News Update :
Home » » Sastra, Korupsi, dan Keterasingan Hidup

Sastra, Korupsi, dan Keterasingan Hidup

Penulis : Rey Yudhistira on Minggu, 13 Juni 2010 | 10.15

Panggung sosial di negeri ini agaknya sedang menampilkan lakon keterasingan hidup. Sebuah situasi yang sangat paradoksal. Di tengah dinamika peradaban yang demikian gegap-gempita menyajikan repertoar-repertoar global yang genuine dan beradab, Indonesia justru menampilkan ikon dan citra korup yang membuat wajah bangsa kian tercoreng. Terkuaknya megaskandal maklar kasus, mafia perpajakan, mafia hukum, mafia peradilan, atau mafioso-mafioso yang lain, yang melibatkan banyak tokoh penting di negeri ini, makin menguatkan bukti betapa keterasingan hidup sedang melilit para aktor sosial “mainstraim” kita.

Betapa tidak? Tingginya jabatan dan kekuasaan ternyata tidak bisa menjadi jaminan seseorang mampu menemukan kebahagiaan. Mungkin ada benarnya kalau ada yang bilang bahwa kebahagiaan sesungguhnya bukan untuk dicari, melainkan diciptakan. Dus, para aktor sosial yang sedang tersandung masalah hukum bisa jadi telah gagal menciptakan kebahagiaan dalam hidupnya. Yang terjadi justru sebuah keterasingan hidup; dinistakan, dicemooh, dikutuk, dan telah tercitrakan sebagai pengumpul uang haram. Dalam situasi seperti itu, bukan hal yang mudah untuk bisa hidup nyaman dan “manjing ajur ajer” di tengah-tengah komunitas sosialnya.
inilah.com
Sindiran ala Inilah.com.
Bisa jadi kosakata “keterasingan hidup” tak tercantum dalam kamus sosiologi dan antropologi Indonesia. Ia bisa hadir dan bisa menerpa siapa saja yang kebetulan sedang berada di tengah-tengah gelimang kemewahan dan puncak kekuasaan. Jika gagal membendung godaan, siapa pun orangnya bisa dipastikan akan tersungkur ke dalam kubangan keterasingan hidup itu. Bukankah serapat-rapatnya orang membungkus bangkai, suatu ketika pasti bau busuknya akan tercium juga? Bukankah John Emerich Edward Dahlberg Acton (Lord Acton) juga pernah bilang, “power tends to corrupt and absolute power corrupt absolutely” bahwa kekuasaan itu cenderung korup; semakin besar kekuasaan berada dalam genggaman tangan, semakin besar pula peluang dan kesempatan untuk melakukan korupsi?
Share this article :

Posting Komentar

SEO Stats powered by MyPagerank.Net
 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. Bukan Sastrawan . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger