News Update :
Home » » Tari Teatrikal Kostessas dan Teater Kampoeng, Arus Laut Yang Terdampar Di Karang

Tari Teatrikal Kostessas dan Teater Kampoeng, Arus Laut Yang Terdampar Di Karang

Penulis : Rey Yudhistira on Sabtu, 20 November 2010 | 05.12



Dalam tajuknya “Menuju Masyarakat Informasi Indonesia”yang dimediasi Kemkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informasi), Kelompok  Studi Teater dan Sastra (Kostessas) mahasiswa STKIP Muhammadiyah Bulukumba mementaskan “Tari Teatrikal Panrita Lopi” berkolaborasi dengan Teater Kampong Bulukumba, Jumat (29/10).

Mengambil stage natural di pelataran kampus STKIP Bulukumba pada waktu malam sehabis isya di antara lalu lalang mahasiswa, dosen dan masyarakat umum yang menjadi penonton dadakan. Ruang publik intelektual yang lapang dari kalangan civitas akademika dan mahasiswa seperti ini memang cukup kondusif bagi para pekerja seni yang terbiasa sulit memperoleh apresiasi secukupnya di tempat lain.

Pementasan tari teatrikal sebelumnya telah dipanaskan dengan musikalisasi puisi dari pemusik Kostessas. Segerombolan anak muda memainkan lagu-lagu balada dan puisi Jalaluddin Rumi. Perkusi dan gitar akustik pun menggema di dalam kampus. Musikalisasi puisi yang dibacakan oleh Pipi Hardiyanti, Narty Ugie dan kawan-kawan cukup berhasil menghangatkan apresiasi poenonton yang sebahagian besar adalah mahasiswa yang baru saja selesai mengikuti perkuliahan.

Secara keseluruhan, pementasan teater Kampong dan Kostessas kali ini tidak begitu utuh jika menelusuri deadline jadwal pementasan yang agak telat dari rencana semula. Unsur penting lainnya dalam pementasan yang selalu menjadi momok adalah kualitas sound yang bandel. Namunb sebagai kerja kreatif seni, Kosestas dan Teater Kampong masih yang paling unggul di ranah ini sebagai sebuah proses berkesenian di Bulukumba.

Dalam prolog naratifnya, Dharsyaf Pabotting, sang sutradara menyampaikan pesan,”Ini adalah salah satu bentuk penghargaan anak bangsa meski mungkin kecil terhadap Hari Sumpah Pemuda. Sembari kita menukik ke kedalaman tradisi budaya pembuatan perahu phinisi sebagai industri kreatif manusia pembuat perahu di tanah Lemo, Tanjung Bira, Bulukumba. Ikon industri lainnya yang kami tampilkan dalam proses kerja seni ini adalah tenunan tradisional di Butta Panrita Lopi yang digambarkan dalam tari teatrikal.Sudah saatnya semua elemen termasuk elemen seni memberikan kontribusi gerakanmaksimal untuk peningkatan dan pengembangan industri-industri kreatif tradisional itu ”

Sebuah persoalan klasik akan selalu muncul, kerja-kerja seni seperti ini sekarang masih terasa sebagai  arus laut yang terdampar di karang. Terasa deburnya namun para pembuat kebijakan dan bahkan sebahagian kita hanya menikmatinya sebagai sekelebatan tontonan sebelum meninggalkan pantai. Kecuali jika penguasa bisa menangkap pesan dari pementasan itu. Industri-industri tradisional kreatif di Bulukumba, quo vadis?

sumber: sastra_dio

Share this article :

+ komentar + 7 komentar

30 Oktober 2010 pukul 06.31

tetap semangat dalam berkarya...

30 Oktober 2010 pukul 08.29

mampir

2 November 2010 pukul 04.50

saya kurang mengerti teater simbolis. saya lebih bisa menikmati yang naturalis atau realis ^^

4 November 2010 pukul 04.01

tetap semangat menulis...

25 November 2010 pukul 20.02

Sy hanya seorang penikmati seni dan pemerhati budaya. Tabe', izinkan sy mengcopy paste artikel dan foto ta ke blog http://kabupatenbulukumba.blogspot.com/, trims

30 November 2010 pukul 16.47

mari terus kembangkan karya sastra

2 Desember 2010 pukul 21.17

@ ASNAWIN ga masalah sobat, asal disebutkan sumbernya...
Bagaimana?

Posting Komentar

SEO Stats powered by MyPagerank.Net
 
Company Info | Contact Us | Privacy policy | Term of use | Widget | Advertise with Us | Site map
Copyright © 2011. Bukan Sastrawan . All Rights Reserved.
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger